PUISI LAMA
A.PENGERTIAN
Puisi lama adalah puisi yang terikat
oleh aturan-aturan. Aturan- aturan itu antara lain :
1. Jumlah kata dalam 1 baris
1. Jumlah kata dalam 1 baris
2. Jumlah baris dalam 1 bait
3. Persajakan (rima)
4. Banyak suku kata tiap baris
5.
Irama
B. MACAM-MACAM PUISI LAMA
B. MACAM-MACAM PUISI LAMA
1. MANTRA
Mantra
adalah merupakan puisi tua, keberadaannya dalam masyarakat Melayu pada mulanya
bukan sebagai karya sastra, melainkan lebih banyak berkaitan dengan adat dan
kepercayaan.
Contoh:
Contoh:
Assalammu’alaikum putri satulung
besar
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu
2. GURINDAM
Gurindam adalah puisi lama yang berasal dari Tamil (India)
Gurindam adalah puisi lama yang berasal dari Tamil (India)
CIRI-CIRI GURINDAM:
a.
Sajak akhir berirama a – a ; b – b; c – c dst.
b.
Berasal dari Tamil (India)
c. Isinya merupakan nasihat yang
cukup jelas yakni menjelaskan atau menampilkan suatui sebab akibat.
Contoh :
Kurang pikir kurang siasat (a)
Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barang siapa tinggalkan sembahyang ( b )
Bagai rumah tiada bertiang ( b )
Jika suami tiada berhati lurus ( c )
Istri pun kelak menjadi kurus ( c )
3. SYAIR
Syair adalah puisi lama yang berasal dari Arab.
CIRI - CIRI SYAIR :
Contoh :
Kurang pikir kurang siasat (a)
Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barang siapa tinggalkan sembahyang ( b )
Bagai rumah tiada bertiang ( b )
Jika suami tiada berhati lurus ( c )
Istri pun kelak menjadi kurus ( c )
3. SYAIR
Syair adalah puisi lama yang berasal dari Arab.
CIRI - CIRI SYAIR :
a. Setiap bait terdiri dari 4 baris
b. Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata
c. Bersajak a – a – a – a
d. Isi semua tidak ada sampiran
e. Berasal dari Arab
b. Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata
c. Bersajak a – a – a – a
d. Isi semua tidak ada sampiran
e. Berasal dari Arab
Contoh :
Pada zaman dahulu kala (a)
Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
Pada zaman dahulu kala (a)
Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
Negeri bernama Pasir Luhur (a)
Tanahnya luas lagi subur (a)
Rakyat teratur hidupnya makmur (a)
Rukun raharja tiada terukur (a)
Tanahnya luas lagi subur (a)
Rakyat teratur hidupnya makmur (a)
Rukun raharja tiada terukur (a)
Raja bernama Darmalaksana (a)
Tampan rupawan elok parasnya (a)
Adil dan jujur penuh wibawa (a)
Gagah perkasa tiada tandingnya (a)
4. PANTUN
Pantun adalah puisi Melayu asli yang cukup mengakar dan membudaya dalam masyarakat.
CIRI – CIRI PANTUN :
1. Setiap bait terdiri 4 baris
2. Baris 1 dan 2 sebagai sampiran
3. Baris 3 dan 4 merupakan isi
4. Bersajak a – b – a – b
5. Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata
6. Berasal dari Melayu (Indonesia)
2. Baris 1 dan 2 sebagai sampiran
3. Baris 3 dan 4 merupakan isi
4. Bersajak a – b – a – b
5. Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata
6. Berasal dari Melayu (Indonesia)
Contoh :
Ada pepaya ada mentimun (a)
Ada mangga ada salak (b)
Daripada duduk melamun (a)
Mari kita membaca sajak (b)
Ada mangga ada salak (b)
Daripada duduk melamun (a)
Mari kita membaca sajak (b)
MACAM-MACAM PANTUN
A. DILIHAT DARI BENTUKNYA
1. PANTUN BIASA
Pantun biasa sering juga disebut pantun saja.
Contoh :
1. PANTUN BIASA
Pantun biasa sering juga disebut pantun saja.
Contoh :
Kalau ada jarum patah
Jangan dimasukkan ke dalam peti
Kalau ada kataku yang salah
Jangan dimasukan ke dalam hati
Jangan dimasukkan ke dalam peti
Kalau ada kataku yang salah
Jangan dimasukan ke dalam hati
2. SELOKA (PANTUN BERKAIT)
Seloka adalah pantun berkait yang tidak cukup dengan satu bait
saja sebab pantun berkait merupakan jalinan atas beberapa bait.
CIRI-CIRI SELOKA:
a.
Baris kedua dan keempat pada bait pertama dipakai sebagai baris pertama dan
ketiga bait kedua.
b. Baris kedua dan keempat pada bait kedua dipakai sebagai baris pertama dan ketiga bait ketiga
c. Dan seterusnya
b. Baris kedua dan keempat pada bait kedua dipakai sebagai baris pertama dan ketiga bait ketiga
c. Dan seterusnya
Contoh :
Lurus jalan ke Payakumbuh,
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati tak kan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan
Kayu jati bertimbal jalan,
Turun angin patahlah dahan
Ibu mati bapak berjalan,
Ke mana untung diserahkan
Turun angin patahlah dahan
Ibu mati bapak berjalan,
Ke mana untung diserahkan
3. TALIBUN
Talibun adalah pantun jumlah
barisnya lebih dari empat baris, tetapi harus genap misalnya 6, 8, 10 dan
seterusnya.
Jika satu bait berisi enam baris, susunannya tiga sampiran dan tiga isi.
Jika satiu bait berisi delapan baris, susunannya empat sampiran dan empat isi.
Jadi :
Apabila enam baris sajaknya a – b – c – a – b – c.
Bila terdiri dari delapan baris, sajaknya a – b – c – d – a – b – c – d
Contoh :
Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak pun beli sampiran
Ikan panjang beli dahulu
Jika satu bait berisi enam baris, susunannya tiga sampiran dan tiga isi.
Jika satiu bait berisi delapan baris, susunannya empat sampiran dan empat isi.
Jadi :
Apabila enam baris sajaknya a – b – c – a – b – c.
Bila terdiri dari delapan baris, sajaknya a – b – c – d – a – b – c – d
Contoh :
Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak pun beli sampiran
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi berjalan
Ibu cari sanak pun cari isi
Induk semang cari dahulu
Ibu cari sanak pun cari isi
Induk semang cari dahulu
4. PANTUN KILAT ( KARMINA )
CIRI-CIRINYA :
a. Setiap bait terdiri dari 2 baris
b. Baris pertama merupakan sampiran
c. Baris kedua merupakan isi
d. Bersajak a – a
e. Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata
b. Baris pertama merupakan sampiran
c. Baris kedua merupakan isi
d. Bersajak a – a
e. Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata
Contoh :
Dahulu parang, sekarang besi (a)
Dahulu sayang sekarang benci (a)
Dahulu sayang sekarang benci (a)
B. DILIHAT DARI ISINYA
1. PANTUN ANAK-ANAK
Contoh
:
Elok rupanya si kumbang jati
Dibawa itik pulang petang
Tidak terkata besar hati
Melihat ibu sudah datang
2. PANTUN ORANG MUDA
Dibawa itik pulang petang
Tidak terkata besar hati
Melihat ibu sudah datang
2. PANTUN ORANG MUDA
Contoh
:
Tanam melati di rama-rama
Ubur-ubur sampingan dua
Sehidup semati kita bersama
Satu kubur kelak berdua
3. PANTUN ORANG TUA
Contoh :
Ubur-ubur sampingan dua
Sehidup semati kita bersama
Satu kubur kelak berdua
3. PANTUN ORANG TUA
Contoh :
Asam kandis asam gelugur
Kedua asam riang-riang
Menangis mayat di pintu kubur
Teringat badan tidak sembahyang
Kedua asam riang-riang
Menangis mayat di pintu kubur
Teringat badan tidak sembahyang
4. PANTUN JENAKA
Contoh
:
Elok rupanya pohon belimbing
Tumbuh dekat pohon mangga
Elok rupanya berbini sumbing
Biar marah tertawa juga
Tumbuh dekat pohon mangga
Elok rupanya berbini sumbing
Biar marah tertawa juga
5. PANTUN TEKA-TEKI
Contoh
:
Kalau puan, puan cemara
Ambil gelas di dalam peti
Kalau tuan bijak laksana
Binatang apa tanduk di kaki
Ambil gelas di dalam peti
Kalau tuan bijak laksana
Binatang apa tanduk di kaki
PUISI BARU
A.MACAM-MACAM PUISI BARU
1.
DISTIKON
Distikon
adalah sanjak 2 seuntai, biasanya bersajak sama.
Contoh :
Berkali kita gagal
Ulangi lagi dan cari akal
Berkali-kali kita jatuh
Kembali berdiri jangan mengeluh
(Or. Mandank)
2. TERZINA
Terzina adalah sanjak 3 seuntai.
Contoh :
Dalam ribaan bahagia datang
Tersenyum bagai kencana
Mengharum bagai cendana
Dalam bah’gia cinta tiba melayang
Bersinar bagai matahari
Mewarna bagaikan sari
Dari ; Madah Kelana
Karya : Sanusi Pane
3. QUATRAIN
Quatrain adalah sanjak 4 seuntai
Contoh :
Mendatang-datang jua
Kenangan masa lampau
Menghilang muncul jua
Yang dulu sinau silau
Membayang rupa jua
Adi kanda lama lalu
Membuat hati jua
Layu lipu rindu-sendu
(A.M. Daeng Myala)
Berkali kita gagal
Ulangi lagi dan cari akal
Berkali-kali kita jatuh
Kembali berdiri jangan mengeluh
(Or. Mandank)
2. TERZINA
Terzina adalah sanjak 3 seuntai.
Contoh :
Dalam ribaan bahagia datang
Tersenyum bagai kencana
Mengharum bagai cendana
Dalam bah’gia cinta tiba melayang
Bersinar bagai matahari
Mewarna bagaikan sari
Dari ; Madah Kelana
Karya : Sanusi Pane
3. QUATRAIN
Quatrain adalah sanjak 4 seuntai
Contoh :
Mendatang-datang jua
Kenangan masa lampau
Menghilang muncul jua
Yang dulu sinau silau
Membayang rupa jua
Adi kanda lama lalu
Membuat hati jua
Layu lipu rindu-sendu
(A.M. Daeng Myala)
4. QUINT
Quint adalah sanjak 5 seuntai
Contoh :
Hanya Kepada Tuan
Satu-satu perasaan
Hanya dapat saya katakan
Kepada tuan
Yang pernah merasakan
Satu-satu kegelisahan
Yang saya serahkan
Hanya dapat saya kisahkan
Kepada tuan
Yang pernah diresah gelisahkan
Satu-satu kenyataan
Yang bisa dirasakan
Hanya dapat saya nyatakan
Kepada tuan
Yang enggan menerima kenyataan
(Or. Mandank)
5. SEXTET
Sextet adalah sanjak 6 seuntai.
Contoh :
Merindu Bagia
Jika hari’lah tengah malam
Angin berhenti dari bernafas
Sukma jiwaku rasa tenggelam
Dalam laut tidak terwatas
Menangis hati diiris sedih
(Ipih)
6. SEPTIMA
Septima adalah sanjak 7 seuntai.
Contoh :
Indonesia Tumpah Darahku
Duduk di pantai tanah yang permai
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir terderai
Tampaklah pulau di lautan hijau
Gunung gemunung bagus rupanya
Ditimpah air mulia tampaknya
Tumpah darahku Indonesia namanya
(Muhammad Yamin)
7. STANZA ( OCTAV )
Octav adalah sanjak 8 seuntai
Contoh :
Awan
Awan datang melayang perlahan
Serasa bermimpi, serasa berangan
Bertambah lama, lupa di diri
Bertambah halus akhirnya seri
Dan bentuk menjadi hilang
Dalam langit biru gemilang
Demikian jiwaku lenyap sekarang
Dalam kehidupan teguh tenang
(Sanusi Pane)
Octav adalah sanjak 8 seuntai
Contoh :
Awan
Awan datang melayang perlahan
Serasa bermimpi, serasa berangan
Bertambah lama, lupa di diri
Bertambah halus akhirnya seri
Dan bentuk menjadi hilang
Dalam langit biru gemilang
Demikian jiwaku lenyap sekarang
Dalam kehidupan teguh tenang
(Sanusi Pane)
SONETA
Soneta adalah bentuk kesusasteraan Italia yang lahir sejak kira-kira pertengahan abad ke-13 di kota Florance.
## CIRI – CIRI SONETA :
a. Terdiri atas 14 baris
b. Terdiri atas 4 bait, yang terdiri atas 2 quatrain dan 2 terzina
c. Dua quatrain merupakan sampiran dan merupakan satu kesatuan yang disebut octav.
d. Dua terzina merupakan isi dan merupakan satu kesatuan yang disebut isi yang disebut sextet.
e. Bagian sampiran biasanya berupa gambaran alam
f. Sextet berisi curahan atau jawaban atau kesimpulan daripada apa yang dilukiskan dalam ocvtav , jadi sifatnya subyektif.
g. Peralihan dari octav ke sextet disebut volta
h. Penambahan baris pada soneta disebut koda.
i. Jumlah suku kata dalam tiap-tiap baris biasanya antara 9 – 14 suku kata
j. Rima akhirnya adalah a – b – b – a, a – b – b – a, c – d – c, d – c – d
Contoh :
Gembala
Perasaan siapa ta ‘kan nyala ( a )
Melihat anak berelagu dendang ( b )
Seorang saja di tengah padang ( b )
Tiada berbaju buka kepala ( a )
Beginilah nasib anak gembala ( a )
Berteduh di bawah kayu nan rindang ( b )
Semenjak pagi meninggalkan kandang ( b )
Pulang ke rumah di senja kala ( a )
Jauh sedikit sesayup sampai ( a )
Terdengar olehku bunyi serunai ( a )
Melagukan alam nan molek permai ( a )
Wahai gembala di segara hijau ( c )
Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau ( c )
Maulah aku menurutkan dikau ( c )
(Muhammad Yamin)
## FUNGSI SONETA
Pada masa lahirnya, Soneta dipergunakan sebagai alat untuk menyatakan curahan hati.
Kini tidak terbatas pada curahan hati semata-mata, melainkan perasaan-perasaan yang lebih luas seperti :
1. Pernyataan rindu pada tanah air
2. Pergerakan kemajuan kebudayaan
3. Ilham sukma
4. Perasaan keagamaan
Gembala
Perasaan siapa ta ‘kan nyala ( a )
Melihat anak berelagu dendang ( b )
Seorang saja di tengah padang ( b )
Tiada berbaju buka kepala ( a )
Beginilah nasib anak gembala ( a )
Berteduh di bawah kayu nan rindang ( b )
Semenjak pagi meninggalkan kandang ( b )
Pulang ke rumah di senja kala ( a )
Jauh sedikit sesayup sampai ( a )
Terdengar olehku bunyi serunai ( a )
Melagukan alam nan molek permai ( a )
Wahai gembala di segara hijau ( c )
Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau ( c )
Maulah aku menurutkan dikau ( c )
(Muhammad Yamin)
## FUNGSI SONETA
Pada masa lahirnya, Soneta dipergunakan sebagai alat untuk menyatakan curahan hati.
Kini tidak terbatas pada curahan hati semata-mata, melainkan perasaan-perasaan yang lebih luas seperti :
1. Pernyataan rindu pada tanah air
2. Pergerakan kemajuan kebudayaan
3. Ilham sukma
4. Perasaan keagamaan
## SONETA DIGEMARI PARA PUJANGGA BARU
Faktor-faktor Soneta digemari oleh para Pujangga Baru antara lain :
1. Adanya penyesuaian dengan bentuk pantun ; yakni Octav dalam Soneta yang bersifat obyektif itu hampir sejalan dengan sampiran pada pantun.
Sedangkan sextet Soneta yang sifatnya subyektif itu merupakan isi pantun.
2. Baris-baris Soneta yang berjumlah 14 buah itu cukup untuk menyatakan perasaan atau curahan hati penyairnya.
3. Soneta dapat dipakai untuk menyatakan beraneka ragam perasaan atau curahan hati penyairnya.
PERSAMAAN DAN PERBEDAAN SONETA DENGAN PANTUN
1. PERSAMAAN SONETA DENGAN PANTUN
Pantun dan Soneta sama-sama mempunyai sampiran atau pengantar dan isi atau kesimpulan.
2. PERBEDAAN SONETA DENGAN PANTUN
a. Soneta puisi asli Italia, Pantun puisi asli Melayu
b. Satu bait Soneta terdiri terdiri dari 14 baris, satu bait Pantun terdiri atas 4 baris
c. Soneta berima bebas, pantun berima a-b-a-b
1. PERSAMAAN SONETA DENGAN PANTUN
Pantun dan Soneta sama-sama mempunyai sampiran atau pengantar dan isi atau kesimpulan.
2. PERBEDAAN SONETA DENGAN PANTUN
a. Soneta puisi asli Italia, Pantun puisi asli Melayu
b. Satu bait Soneta terdiri terdiri dari 14 baris, satu bait Pantun terdiri atas 4 baris
c. Soneta berima bebas, pantun berima a-b-a-b
Majas atau gaya bahasa
adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek
tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara
khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis
[1].
Jenis-jenis Majas
1. Majas perbandingan
- Alegori: Menyatakan dengan cara
lain, melalui kiasan atau penggambaran.
Contoh:Perjalanan hidup manusia
seperti sungai yang mengalir menyusuri tebing-tebing, yang kadang-kadang sulit
ditebak kedalamannya, yang rela menerima segala sampah, dan yang pada akhirnya
berhenti ketika bertemu dengan laut.
Contoh: Sudah dua hari ia tidak
terlihat batang hidungnya.
3. Simile:
Pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan
dan penghubung, seperti layaknya, bagaikan, " umpama",
"ibarat","bak", bagai". contoh: Kau umpama air aku
bagai minyaknya, bagaikan Qais dan Laila yang dimabuk cinta berkorban apa saja.
4. Metafora: Pengungkapan berupa
perbandingan analogis dengan menghilangkan kata seperti layaknya, bagaikan,
dll. contoh: Waspadalah terhadap lintah darat
5. Antropomorfisme: Metafora yang menggunakan kata
atau bentuk lain yang berhubungan dengan manusia untuk hal yang bukan manusia.
6. Sinestesia: Majas yang berupa suatu
ungkapan rasa dari suatu indra yang dicurahkan lewat ungkapan rasa indra
lainnya.
9. Metonimia: Pengungkapan berupa penggunaan
nama untuk benda lain yang menjadi merek, ciri khas, atau atribut.
12. Hiperbola: Pengungkapan yang melebih-lebihkan
kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal.
13. Personifikasi: Pengungkapan dengan menggunakan
perilaku manusia yang diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia.
17. Eufimisme: Pengungkapan kata-kata yang
dipandang tabu atau dirasa kasar dengan kata-kata lain yang lebih pantas atau
dianggap halus.
2. Majas sindiran
- Ironi: Sindiran dengan
menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut.
- Sarkasme: Sindiran langsung dan
kasar.
- Sinisme: Ungkapan yang bersifat
mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan terdapat pada manusia (lebih
kasar dari ironi).
- Satire: Ungkapan yang menggunakan
sarkasme, ironi, atau parodi, untuk mengecam atau menertawakan gagasan,
kebiasaan, dll.
- Innuendo: Sindiran yang bersifat
mengecilkan fakta sesungguhnya.
3. Majas penegasan
- Apofasis: Penegasan dengan cara
seolah-olah menyangkal yang ditegaskan.
- Pleonasme: Menambahkan keterangan
pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang
sebenarnya tidak diperlukan.
- Repetisi: Perulangan kata, frase,
dan klausa yang sama dalam suatu kalimat.
- Pararima: Pengulangan konsonan awal
dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan.
- Aliterasi: Repetisi konsonan pada
awal kata secara berurutan.
- Paralelisme: Pengungkapan dengan
menggunakan kata, frase, atau klausa yang sejajar.
- Tautologi: Pengulangan kata dengan
menggunakan sinonimnya.
- Sigmatisme: Pengulangan bunyi "s"
untuk efek tertentu.
- Antanaklasis: Menggunakan perulangan
kata yang sama, tetapi dengan makna yang berlainan.
- Klimaks: Pemaparan pikiran atau hal
secara berturut-turut dari yang sederhana/kurang penting meningkat kepada
hal yang kompleks/lebih penting.
- Antiklimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara
berturut-turut dari yang kompleks/lebih penting menurun kepada hal yang
sederhana/kurang penting.
- Inversi: Menyebutkan terlebih
dahulu predikat dalam suatu kalimat sebelum subjeknya.
- Retoris: Ungkapan pertanyaan yang
jawabannya telah terkandung di dalam pertanyaan tersebut.
- Elipsis: Penghilangan satu atau
beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan normal unsur tersebut
seharusnya ada.
- Koreksio: Ungkapan dengan
menyebutkan hal-hal yang dianggap keliru atau kurang tepat, kemudian
disebutkan maksud yang sesungguhnya.
- Polisindenton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana,
dihubungkan dengan kata penghubung.
- Asindeton: Pengungkapan suatu kalimat
atau wacana tanpa kata penghubung.
- Interupsi: Ungkapan berupa penyisipan
keterangan tambahan di antara unsur-unsur kalimat.
- Ekskalamasio: Ungkapan dengan menggunakan kata-kata seru.
- Enumerasio: Ungkapan penegasan berupa
penguraian bagian demi bagian suatu keseluruhan.
- Preterito: Ungkapan penegasan dengan
cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya.
- Alonim: Penggunaan varian dari
nama untuk menegaskan.
- Kolokasi: Asosiasi tetap antara
suatu kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat.
- Silepsis: Penggunaan satu kata yang
mempunyai lebih dari satu makna dan yang berfungsi dalam lebih dari satu
konstruksi sintaksis.
- Zeugma: Silepsi dengan menggunakan
kata yang tidak logis dan tidak gramatis untuk konstruksi sintaksis yang
kedua, sehingga menjadi kalimat yang rancu.
4. Majas pertentangan
- Paradoks: Pengungkapan dengan
menyatakan dua hal yang seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya
keduanya benar.
- Oksimoron: Paradoks dalam satu frase.
- Antitesis: Pengungkapan dengan
menggunakan kata-kata yang berlawanan arti satu dengan yang lainnya.
- Kontradiksi
interminus:
Pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada bagian
sebelumnya.
- Anakronisme: Ungkapan yang mengandung ketidaksesuaian
dengan antara peristiwa dengan waktunya.
·
Sebuah paragraf (dari bahasa
Yunani paragraphos, "menulis di samping" atau
"tertulis di samping") adalah suatu jenis tulisan yang
memiliki tujuan atau ide.
Awal paragraf ditandai dengan masuknya ke baris baru. Terkadang baris pertama
dimasukkan; kadang-kadang dimasukkan tanpa memulai baris baru. Dalam beberapa
hal awal paragraf telah ditandai oleh pilcrow.
·
Sebuah paragraf biasanya terdiri dari pikiran,
gagasan, atau ide pokok yang dibantu dengan kalimat pendukung. Paragraf
non-fiksi biasanya dimulai dengan umum dan bergerak lebih spesifik sehingga
dapat memunculkan argumen atau sudut pandang. Setiap paragraf berawal dari apa
yang datang sebelumnya dan berhenti untuk dilanjutkan. Paragraf umumnya terdiri
dari tiga hingga tujuh kalimat semuanya tergabung dalam pernyataan berparagraf
tunggal. Dalam fiksi
prosa, contohnya;
tapi hal ini umum bila paragraf prosa terjadi di tengah atau di akhir. Sebuah
paragraf dapat sependek satu kata atau berhalaman-halaman, dan dapat terdiri
dari satu atau banyak kalimat. Ketika dialog dikutip dalam fiksi, paragraf baru
digunakan setiap kali orang yang dikutip berganti
PARAGRAF GANTUNG
Sebuah "paragraf
gantung" adalah paragraf dimana baris pertama paragraf tidak dimasukkan
dan dimana baris selanjutnya dimasukkan.
Kerangka
paragraf
- Dimulai
dengan kalimat topik yang menyatakan gagasan utama paragraf.
- Memberikan
detail pendukung untuk mendukung gagasan utama.
- Ditutup
dengan kalimat penutup yang menyatakan kembali gagasan utama.
Macam-macam
paragraf
Paragraf dibagi menurut jenis
dan letak kalimat utamanya
1. Berdasarkan jenisnya
- Narasi adalah paragraf yang
menceritakan suatu kejadian atau peristiwa. Ciri-cirinya: ada kejadian,
ada palaku, dan ada waktu kejadian. Contoh:
Anak itu
berjalan cepat menuju pintu rumahnya karena merasa khawatir seseorang akan
memergoki kedatangannya. Sedikit susah payah dia membuka pintu itu. Ia begitu
terkejut ketika daun pintu terbuka seorang lelaki berwajah buruk tiba-tiba
berdiri di hadapannya. Tanpa berpikir panjang ia langsung mengayunkan tinjunya
ke arah perut lelaki misterius itu. Ia semakin terkejut karena ternyata lelaki
itu tetap bergeming. Raut muka lelaki itu semakin menyeramkan, bagaikan seekor
singa yang siap menerkam. Anak itu pun memukulinya berulang kali hingga ia
terjatuh tak sadarkan diri.
- Deskripsi adalah paragraf yang
menggambarkan suatu objek sehingga pembaca seakan bisa melihat, mendengar,
atau merasa objek yang digambarkan itu. Objek yang dideskripsikan dapat
berupa orang, benda, atau tempat.Ciri-cirinya: ada objek yang digambarkan.
Contoh:
Perempuan itu
tinggi semampai. Jilbab warna ungu yang menutupi kepalanya membuat kulit
wajanya yang kuning nampak semakin cantik. Matanya bulat bersinar disertai bulu
mata yang tebal. Hidungnya mancung sekali mirip dengan para wanita palestina.
- Eksposisi adalah paragraf yang
menginformasikan suatu teori, teknik, kiat, atau petunjuk sehingga orang
yang membacanya akan bertambah wawasannya. Ciri-cirinya: ada informasi.
Contoh:
Bahtsul masail
sendiri merupakan forum diskusi keagamaan yang sudah mendarah daging di
pesantren. Di dalamnya, dibahas persoalan-persoalan masyarakat yang membutuhkan
tinjauan keagamaan secara ilmiah, rinci, dan terukur. Perlu diketahui pula
bahwa sebagian besar topik yang muncul didasarkan atas laporan, aduan, atau keluhan
masyarakat tentang persoalan agama, sosial, budaya, hingga ekonomi. Bisa
dikatakan bahwa bahtsul masail sesungguhnya merupakan cara khas pesantren untuk
menyuarakan aspirasi masyarakat melalui perspektif agama.
- Argumentasi adalah paragraf yang
mengemukakan suatu pendapat beserta alasannya. Ciri-cirinya: ada pendapat
dan ada alasannya. Contoh:
Keberhasilan
domain itu memang tidak mudah diukur. Sebab, domain tersebut menyangkut hal
yang sangat rumit, bahkan terkait dengan "meta penampilan" siswa yang
kadang-kadang tidak kelihatan. Membentuk karakter manusia memang membutuhkan
pengorbanan, sebagaimana yang dilakukan negara-negara maju seperti Jepang,
Singapura, dan Malaysia. Mereka bisa maju karena memiliki banyak orang pintar dan
berkarakter.
- Persuasi adalah paragraf yang
mengajak, membujuk, atau mempengaruhi pembaca agar melakukan sesuatu.
Ciri-cirinya: ada bujukan atau ajakan untuk berbuat sesuatu. Contoh:
Sebaiknya
pemerintah melakukan penghematan. Selama ini, pemerintah boros dengan cara tiap
tahun membeli ribuan mobil dinas baru serta membangun kantor-kantor baru dan guest
house. Pemerintah juga selalu menambah jumlah PNS tanpa melakukan
perampingan, membeli alat tulis kantor (ATK) secara berlebihan, dan sebagainya.
Padahal, dana yang dimiliki tidak cukup untuk itu.
2. Berdasarkan letak kalimat utamanya
- Paragraf
deduktif
adalah paragraf yang dimulai dengan mengemukakan persoalan pokok atau
kalimat topik kemudian diikuti dengan kalimat-kalimat penjelas. Contoh:
Kemauannya sulit
untuk diikuti. Dalam rapat sebelumnya sudah diputuskan bahwa dana itu harus
disimpan dulu. Para peserta sudah menyepakati hal itu. Akan tetapi, hari ini ia
memaksa menggunakannya membuka usaha baru.
- Paragraf
Induktif
adalah paragraf yang dimulai dengan mengemukakan penjelasan-penjelasan
kemudian diakhiri dengan kalimat topik. Paragraf induktif dapat dibagi ke
dalam tiga jenis, yaitu generalisasi, analogi, dan kausalitas.
♦ Generalisasi
adalah pola pengembangan paragraf yang menggunakan beberapa fakta khusus untuk
mendapatkan kesimpulan yang bersifat umum. Contoh:
Setelah
karangan anak-anak kelas tiga diperiksa, ternyata Ali, Toto, Alex, dan Burhan,
mendapat nilai delapan. Anak-anak yang lain mendapat nilai tujuh. Hanya Maman
yang enam dan tidak seorang pun mendapat nilai kurang. Oleh karena itu, boleh
dikatakan anak-anak kelas tiga cukup pandai mengarang.
Yang menjadi
penjelasannya di atas adalah:
1. Pemerolehan nilai Ali, Toto,
Alex, Burhan, Maman, dan anak-anak kelas tiga yang lain merupakan peristiwa khusus.
2. Peristiwa khusus itu kita
hubung-hubungkan dengan penalaran yang logis.
3. Kesimpulan atau pendapat yang
kita peroleh adalah bahwa anak kelas tiga cukup pandai mengarang.
4. Kesimpulan bahwa anak kelas tiga
cukup pandai mengarang, mencakup Ali, Toto, Alex, Burhan, Maman, dan anak-anak
lainnya. Dalam kesimpulan terdapat kata cukup karena Maman hanya mendapat nilai
enam. Jika Maman juga mendapat nilai tujuh atau delapan, kesimpulannya adalah semua
anak kelas tiga pandai mengarang.
♦ Analogi
adalah pola penyusunan paragraf yang berisi perbandingan dua hal yang memiliki
sifat sama. Pola ini berdasarkan anggapan bahwa jika sudah ada persamaan dalam
berbagai segi maka akan ada persamaan pula dalam bidang yang lain. Contoh:
Alam semesta
berjalan dengan sangat teratur, seperti halnya mesin. Matahari, bumi, bulan,
dan binatang yang berjuta-juta jumlahnya, beredar dengan teratur, seperti
teraturnya roda mesin yang rumit berputar. Semua bergerak mengikuti irama
tertentu. Mesin rumit itu ada penciptanya, yaitu manusia. Tidakkah alam yang
Mahabesar dan beredar rapi sepanjang masa ini tidak ada penciptanya? Pencipta
alam tentu adalah zat yang sangat maha. Manusia yang menciptakan mesin, sangat
sayang akan ciptaannya. Pasti demikian pula dengan Tuhan, yang pasti akan
sayang kepada ciptaan-ciptaan-Nya itu.
Dalam paragraf
di atas, penulis membandingkan mesin dengan alam semesta. Mesin saja ada
penciptanya, yakni manusia sehingga penulis berkesimpulan bahwa alam pun pasti
ada pula penciptanya. Jika manusia sangat sayang pada ciptaannya itu, tentu
demikian pula dengan Tuhan sebagai pencipta alam. Dia pasti sangat sayang
kepada ciptaan-ciptaan-Nya itu.
♦ Hubungan
Kausal Hubungan kausal adalah pola penyusunan paragraf dengan menggunakan
fakta-fakta yang memiliki pola hubungan sebab-akibat. Misalnya, jika
hujan-hujanan, kita akan sakit kepala atau Rini pergi ke dokter karena ia sakit
kepala. Ada tiga pola hubungan kausalitas, yaitu sebab-akibat, akibat-sebab,
dan sebab-akibat 1 akibat 2.
o Sebab-Akibat
Penalaran ini
berawal dari peristiwa yang merupakan sebab, kemudian sampai pada kesimpulan
sebagai akibatnya. Polanya adalah A mengakibatkan B. Contoh:
Era
Reformasi tahun pertama dan tahun kedua ternyata membuahkan hasil yang
membesarkan hati. Pertanian, perdagangan, dan industri, dapat direhabilitasi
dan dikendalikan. Produksi nasional pun meningkat. Ekspor kayu dan naiknya
harga minyak bumi di pasaran dunia menghasilkan devisa bermiliar dolar AS bagi
kas negara. Dengan demikian, kedudukan rupiah menjadi kian mantap. Ekonomi
Indonesia semakin mantap sekarang ini. Oleh karena itu, tidak mengherankan
apabila mulai tahun ketiga Era Reformasi ini, Indonesia sudah sanggup menerima
pinjaman luar negeri dengan syarat yang kurang lunak untuk membiayai
pembangunan.
Hal penting
yang perlu kita perhatikan dalam membuat kesimpulan pola sebab-akibat adalah
kecermatan dalam menganalisis peristiwa atau faktor penyebab.
o Akibat-Sebab
Dalam pola
ini kita memulai dengan peristiwa yang menjadi akibat. Peristiwa itu kemudian
kita analisis untuk mencari penyebabnya. Contoh:
Kemarin
Badu tidak masuk kantor. Hari ini pun tidak. Pagi tadi istrinya pergi ke apotek
membeli obat. Karena itu, pasti Badu itu sedang sakit.
o Sebab-Akibat-1 Akibat-2
Suatu
penyebab dapat menimbulkan serangkaian akibat. Akibat pertama berubah menjadi
sebab yang menimbulkan akibat kedua. Demikian seterusnya hingga timbul
rangkaian beberapa akibat. Contoh:
Mulai
tanggal 17 Januari 2002, harga berbagai jenis minyak bumi dalam negeri naik.
Minyak tanah, premium, solar, dan lain-lain dinaikkan harganya. Hal ini karena
Pemerintah ingin mengurangi subsidi dengan harapan supaya ekonomi Indonesia
kembali berlangsung normal. Karena harga bahan bakar naik, sudah barang tentu
biaya angkutan pun akan naik pula. Jika biaya angkutan naik, harga
barang-barang pasti akan ikut naik karena biaya tambahan untuk transportasi
harus diperhitungkan. Naiknya harga barang-barang akan dirasakan berat oleh
rakyat. Oleh karena itu, kenaikan harga barang harus diimbangi dengan usaha
menaikkan pendapatan masyarakat.
- Paragraf
Campuran
adalah paragraf yang dimulai dengan mengemukakan persoalan pokok atau
kalimat topik kemudian diikuti kalimat-kalimat penjelas dan diakhiri
dengan kalimat topik.Kalimat topik yang ada pada akhir paragraf merupakan
penegasan dari awal paragraf. Contoh:
Dalam kehidupan sehari-hari
manusia tidak dapat dilepaskan dari komunikasi. Kegiatan apa pun yang dilakukan
manusia pasti menggunakan sarana komunikasi, baik sarana komunikasi yang
sederhana maupun yang modern. Kebudayaan dan peradaban manusia tidak akan bisa
maju seperti sekarang ini tanpa adanya sarana komunikasi.
- Paragraf
Deskriptif/Naratif/Menyebar
adalah paragraf yang tidak memiliki kalimat utama. Pikiran utamanya
menyebar pada seluruh paragraf atau tersirat pada kalimat-kalimat
penjelas. Contoh:
Di pinggir jalan banyak orang
berjualan kue dan minuman. Harganya murah-murah, Sayang banyak lalat karena
tidak jauh dari tempat itu ada tumpukan sampah busuk. Dari sampah, lalat
terbang dan hinggap di kue dan minuman. Orang yang makan tidak merasa terganggu
oleh lalat itu. Enak saja makan dan minum sambil beristirahat dan berkelakar
RIMA DALAM PUISI
1.
RIMA
A.PENGERTIAN
Rima adalah perulangan bunyi yang sama dalam puisi yang berguna untuk menambah keindahan suatu puisi.
Contoh :
A.PENGERTIAN
Rima adalah perulangan bunyi yang sama dalam puisi yang berguna untuk menambah keindahan suatu puisi.
Contoh :
Berakit-rakit ke hulu
Berenang-renang ke tepian
Bersakit-sakit dahulu
Bersenang-senang kemudian
Berenang-renang ke tepian
Bersakit-sakit dahulu
Bersenang-senang kemudian
B. MACAM-MACAM RIMA
1. RIMA BERDASARKAN BUNYI
1.1. Rima Sempurna
Seluruh suku akhirnya berirama sama
Contoh :
ma – lang
ma
– ti
pa – lang
ha
– ti
1.2. Rima Tak Sempurna
Hanya sebagian suku akhir yang sama
Contoh :
pu – lang
Contoh :
pu – lang
pa - gi
tu – kang
ha - ri
1.3. Rima Mutlak
Seluruh kata berima
Contoh :
Contoh :
Mendatang-datang jua
Kenagan masa lampau
Menghilang muncul jua
Yang dulu sinau-silau
Kenagan masa lampau
Menghilang muncul jua
Yang dulu sinau-silau
Kata jua yang diulang dua kali pada tempat yang sama itu berima mutlak.
1.4. Rima Terbuka
Yang berima adalah suku akhir suku terbuka dengan vokal yang sama.
Contoh :
bu – ka
ba
– tu
mu – ka
pa – lu
1.5. Rima Tertutup
Yang berima itu suku akhir suku tertutup dengan vokal yang diikuti konsonan yang sama.
Contoh :
hi – lang
1.5. Rima Tertutup
Yang berima itu suku akhir suku tertutup dengan vokal yang diikuti konsonan yang sama.
Contoh :
hi – lang
su – sut
ma – lang
ta – kut
1.6. Rima Aliterasi
Yang berima adalah bunyi-bunyi awal
pada tiuap-tiap kata yang sebaris, maupun pada baris-baris berlainan.
Contoh :
Contoh :
Bukan beta bijak berperi
Pandai mengubah madahan syair
Pandai mengubah madahan syair
Bunyi b pada kata-kata dalam baris pertama bait puisi di atas disebut rima aliterasi.
1.7. Rima Asonansi
Yang berima adalah vokal-vokal yang menjadi rangka kata-kata, baik pada satu baris maupun pada baris-baris berlainan.
Contoh :
se – cu – pak
tum - bang
se – cu – kat
mun - dam
Yang disebut asonansi ialah vokal-vokal e – u – a dan u – a pada kata-kata tersebut di atas.
1.8. Rima Disonansi
Rima ini adalah vokal-vokal yang
menjadi rangka kata-kata seperti pada asonansi tetapi memberikan kesan
bunyi-bunyi yang berlawanan.
Contoh :
Tin – dak tan – duk ( i– a / a – u )
Mon – dar man – dir ( o – a / a – i )
2. BERDASARKAN LETAK KATA-KATA DALAM BARIS
2.1. Rima Awal
Apabila kata-kata yang berima terdapat pada awal-awal kata.
Contoh :
Contoh :
Tin – dak tan – duk ( i– a / a – u )
Mon – dar man – dir ( o – a / a – i )
2. BERDASARKAN LETAK KATA-KATA DALAM BARIS
2.1. Rima Awal
Apabila kata-kata yang berima terdapat pada awal-awal kata.
Contoh :
Pemuda kaulah harapan bangsa
Pemuda jangan suka berpangku tangan
Pemuda jangan suka berpangku tangan
2.2. Rima Tengah
Apabila kata-kata yang berima terletak di tengah.
Contoh :
Pemuda kaulah harapan bangsa
Pemudi kaulah harapan negeri
Pemudi kaulah harapan negeri
2.3. Rima Akhir
Apabila kata-kata yang berima terletak pada akhir.
Bentuk ini banyak digunakan dalam bentuk Pantun, Syair dan Gurindam.
Contoh :
Tolong - menolong umpama jari
Bantu membantu setiap hari
Bekerja selalu berlima diri
Itulah misal Tuhan memberi
Bantu membantu setiap hari
Bekerja selalu berlima diri
Itulah misal Tuhan memberi
2.4. Rima Tegak
Apabila kata-kata yang berima terdapat pada baris-baris yang berlainan.
Contoh :
Terlipat
Terikat
Engkau mencari
Terang matahari
Melambai
Melombai
Engkau beringin
Digerak angin
Melombai
Engkau beringin
Digerak angin
Terhibur
Terlipur
Engkau bermalam
Di tepi kolam
(J.E. Tatengkeng)
2.5. Rima Datar
Apabila rima kata-kata yang berima itu terdapat pada baris yang sama.
Contoh :
Air mengalir menghilir sungai
(bunyi ir pada akhir ketiga kata)
2.6. Rima Sejajar
Apabila sepatah kata dipakai berulang-ulang dalam kalimat yang beruntun.
Contoh :
Dapat sama laba
Cicir sama rugi
Bukit sama didaki
Lurah sama dituruni
Berat sama dipikul
Ringan sama dijinjing
Terapung sama hanyut
Terendam sama basah.
Cicir sama rugi
Bukit sama didaki
Lurah sama dituruni
Berat sama dipikul
Ringan sama dijinjing
Terapung sama hanyut
Terendam sama basah.
2.7. Rima Berpeluk (Rima Berpaut)
Apabila umpamanya baris pertama berima dengan baris keempat, baris kedua berima dengan baris ketiga.
Rima ini terletak pada bentuk Soneta dengan rima a – b – b – a
Contoh :
Perasaan siapa ta’kan nyala ( a )
Melihat anak berlagu dendang ( b )
Seorang sajak di tepi padang ( b )
Tiada berbaju buka kepala ( a )
Melihat anak berlagu dendang ( b )
Seorang sajak di tepi padang ( b )
Tiada berbaju buka kepala ( a )
2.8. Rima Bersilang (Rima Salib)
Rima yang letaknya berselang-selang.
Misalnya baris pertama berima dengan baris ketiga, dan baris kedua berima dengan baris keempat.
Rima ini dapat kita jumpai dalam bentuk Pantun yang berrumus
a – b – a – b.
Contoh :
Burung nuri burung dara ( a )
Terbang ke sisi taman kayangan ( b )
Karangan janggal banyak tak kena ( a )
Daripada paham belum sempurna ( b )
Terbang ke sisi taman kayangan ( b )
Karangan janggal banyak tak kena ( a )
Daripada paham belum sempurna ( b )
2.9. Rima Rangkai
Apabila kata-kata yang berima terdapat pada kalimat-kalimat yang beruntun.
Bentuk ini dapat kita jumpai dalam bentuk Syair dengan rumusnya
a – a – a – a ; b – b – b –b
Contoh :
Hatiku rindu bukan kepalang ( a )
Dendam berahi berulang-ulang ( a )
Air mata bercucuran selang menyelang ( a )
Mengenangkan adik kekasih abang ( a )
Dendam berahi berulang-ulang ( a )
Air mata bercucuran selang menyelang ( a )
Mengenangkan adik kekasih abang ( a )
Diriku lemah anggotaku layu ( b )
Rasakan cinta bertalu-talu ( b )
Kalau begini datanglah selalu ( b )
Tentulah kanda berpulang dahulu ( b )
2.10. Rima Kembar
Apabila kalimat yang beruntun dua-dua berima sama.
Misalnya dengan abjad a – a – b – b atau c – c – d – d – e – e dan seterusnya.
Contoh :
Sedikitpun matamu tak berkerling ( a
)
Memandang ibumu sakit berguling ( a )
Air matamu tak bercucuran ( b )
Tinggalkan ibumu tak penghiburan ( b )
Memandang ibumu sakit berguling ( a )
Air matamu tak bercucuran ( b )
Tinggalkan ibumu tak penghiburan ( b )
( J. E. Tatengkeng)
2.11. Rima Patah
Apabila dalam bait-bait puisi ada kata yang tidak berima sedangkan kata-kata lain pada tempat yang sama di baris-baris lain memilikinya.
Rumus rima patah adalah a – a – b – a atau b – c – b – b
Contoh :
Beli baju ke pasar Minggu ( a )
Jangan lupa beli duku ( a )
Beli kemeja ke pasar Senen ( b )
Jangan lupa ajaklah daku ( a )
Jangan lupa beli duku ( a )
Beli kemeja ke pasar Senen ( b )
Jangan lupa ajaklah daku ( a )
Beli kemeja ke pasar Senen ( b )
Jangan lupa membesi dasi ( c )
Jangan suka jajan permen ( b )
Lebih baik dibelikan semen ( b )
Jangan lupa membesi dasi ( c )
Jangan suka jajan permen ( b )
Lebih baik dibelikan semen ( b )
2.12. Rima Merdeka
Tidak ada yang bersajak
Contoh :
Hanya sebuah bintang ( a )
Kelip kemilau ( b )
Tercapak di langit ( c )
Tidak berteman ( d )
Kelip kemilau ( b )
Tercapak di langit ( c )
Tidak berteman ( d )
(Aoh Kartadimadja)
3. RIMA MENURUT RUPANYA
Rima Rupa
Rima rupa hanya terdapat pada puisi-puisi Melayu Klasik yang ditulis dengan huruf Arab – Melayu.
Tulisan ( bentuknya ) tampak sama, tetapi bunyinya berbeda.
Contoh :
1. Tulisan kata ramai dengan rami.
2. Tulisan kata lampau dengan lampu.
Untuk lebih jelasnya, marilah kita lihat contoh berikut ini :
2. Tulisan kata lampau dengan lampu.
Untuk lebih jelasnya, marilah kita lihat contoh berikut ini :
Contoh :
1. Kota Jakarta yang berpenduduk
hampir tujuh juta orang itu sangat ramai.
2. Pada masa lampau kehidupan masyarakat masih sederhana.
Kata ramai tentu saja tidak dibaca rami, melainkan ramai, dan kata lampau tidak dibaca lampu melainkan lampau.
2. Pada masa lampau kehidupan masyarakat masih sederhana.
Kata ramai tentu saja tidak dibaca rami, melainkan ramai, dan kata lampau tidak dibaca lampu melainkan lampau.
A.
Jenis-jenis Puisi di Indonesia
Puisi
sebagai kreasi manusia selalu berkembang dari masa ke masa. Perkembangan puisi
merupakan refleksi pemikiran penyair dalam menyikapi zaman, sekaligus menyikapi
perpuisian itu sendiri. Akan tetapi, walaupun puisi berubah menjadi seribu
macam bentuk, ada yang tetap melekat dalam puisi sebagai hakekatnya, yaitu
menyampaikan sesuatu secara tidak langsung. Hal itu merupakan pemikiran
Riffaterre (lewat Sarjono, 2001:124) bahwa “a poem says one thing and means
another.”
Di
Indonesia, puisi telah mulai ditulis oleh Hamzah Fansuri dalam bentuk syair
Melayu dan ditulis dengan huruf Arab di akhir abad ke-16 atau awal abad ke-17
(Ismail, 2001:5). Menurut Teeuw, (1994:58), puisi yang ditulis kala itu sudah
menunjukkan individualitas seorang Fansuri, yaitu (1) puisi tidak anonim dan
(2) melibatkan (nama) diri dalam teks. Selanjutnya, puisi berkembang pesat
seiring berkembangnya idealisme tentang individualisme dan kemerdekaan.
Ahli-ahli sastra banyak yang membedakan dan membagi perpuisian Indonesia menjadi puisi lama dan puisi baru. Namun, apa yang disebut ‘puisi lama’ itu pun masih tetap diapresiasi dan diproduksi sampai saat ini, misalnya pantun, tetap dilestarikan dan diproduksi dalam tradisi lisan masyarakat Indonesia. Di samping itu, puisi baru juga tidak bisa melepaskan puisi lama karena ia bisa jadi ilham yang penuh keindahan untuk digarap. Sebagai contoh, puisi mantra Sutardji.
Berikut adalah jenis-jenis puisi yang dirangkum oleh Waluyo (1995:135).
Ahli-ahli sastra banyak yang membedakan dan membagi perpuisian Indonesia menjadi puisi lama dan puisi baru. Namun, apa yang disebut ‘puisi lama’ itu pun masih tetap diapresiasi dan diproduksi sampai saat ini, misalnya pantun, tetap dilestarikan dan diproduksi dalam tradisi lisan masyarakat Indonesia. Di samping itu, puisi baru juga tidak bisa melepaskan puisi lama karena ia bisa jadi ilham yang penuh keindahan untuk digarap. Sebagai contoh, puisi mantra Sutardji.
Berikut adalah jenis-jenis puisi yang dirangkum oleh Waluyo (1995:135).
1. Puisi Naratif, Lirik, dan Deskriptif
Berdasarkan
cara penyair mengungkapkan isi atau gagasan yang akan disampaikan, maka puisi
dapat diklasifisikasikan menjadi berikut ini.
b.
Puisi
naratif. Puisi naratif mengungkapkan cerita atau penjelasan penyair, baik
secara sederhana, sugestif, atau kompleks. Puisi naratif diklasifikasikan lagi
menjadi balada, romansa, epik, dan syair. Balada adalah jenis puisi yang berisi
cerita tentang orang-orang perkasa, tokoh pujan, atau orang-orang yang menjadi
pusat perhatian. Salah satu contohnya adalah Balada Terbunuhnya Atmo Karpo
karya W.S. Rendra.
Balada Terbunuhnya Atmo Karpo
Dengan
kuku-kuku besi kuda menebah perut bumi
bulan
berkhianat gosok-gosokkan tubuhnya
di
pucuk-pucuk para
mengepit kuat-kuat lutut penungang perampok
yang diburu
surai bau keringat basah, jenawi pun telanjang
Segenap warga desa mengepung hutan tu
dalam satu pusaran pulang balik Atmo Karpo
mengutuki bulan betina dan nasibnya yang malang
berpancaran bunga api, anak panah di bahu kiri.
Satu demi satu yang maju tersadap darahnya
penunggang baja dan kuda mengangkat kaki muka
- Nyawamu baran pasar, hai orang-orang bebal!
Tombakmu pucuk daun dan matiku jauh orang papa
Majulah Joko Pandan! Di mana ia?
Majulah ia kerna padanya seorang kukandung dosa
Anak panah empat arah dan musuh tiga silang
Atmo Karpo masih tegak, luka tujuh liang
- Joko Pandan! Di mana ia?
Hanya padanya seorang kukandung dosa.
Bedah perutnya tapi masih setan ia!
menggertak kuda, di tiap ayun menungging kepala
- Joko Pandan! Di mana ia?
Hanya padanya seorang kukandung dosa.
Berberita ringkik kuda muncullah Joko Pandan
segala menyibak bagi derapnya kuda hitam
ridla dada bagi derunya dendam yang tiba
Pada langkah pertama keduanya sama baja
Pada langkah ketiga rubuhlah Atmo Karpo
Panas luka-luka, terbuka daging kelopak-kelopak angsoka
Malam bagai kedok hutan bopeng oleh luka
pesta bulan, sorak-sorai, anggur darah.
Joko Pandan menegak, menjilat darah di pedang
Ia telah membunuh bapanya.
(Waluyo, 2003:88)
mengepit kuat-kuat lutut penungang perampok
yang diburu
surai bau keringat basah, jenawi pun telanjang
Segenap warga desa mengepung hutan tu
dalam satu pusaran pulang balik Atmo Karpo
mengutuki bulan betina dan nasibnya yang malang
berpancaran bunga api, anak panah di bahu kiri.
Satu demi satu yang maju tersadap darahnya
penunggang baja dan kuda mengangkat kaki muka
- Nyawamu baran pasar, hai orang-orang bebal!
Tombakmu pucuk daun dan matiku jauh orang papa
Majulah Joko Pandan! Di mana ia?
Majulah ia kerna padanya seorang kukandung dosa
Anak panah empat arah dan musuh tiga silang
Atmo Karpo masih tegak, luka tujuh liang
- Joko Pandan! Di mana ia?
Hanya padanya seorang kukandung dosa.
Bedah perutnya tapi masih setan ia!
menggertak kuda, di tiap ayun menungging kepala
- Joko Pandan! Di mana ia?
Hanya padanya seorang kukandung dosa.
Berberita ringkik kuda muncullah Joko Pandan
segala menyibak bagi derapnya kuda hitam
ridla dada bagi derunya dendam yang tiba
Pada langkah pertama keduanya sama baja
Pada langkah ketiga rubuhlah Atmo Karpo
Panas luka-luka, terbuka daging kelopak-kelopak angsoka
Malam bagai kedok hutan bopeng oleh luka
pesta bulan, sorak-sorai, anggur darah.
Joko Pandan menegak, menjilat darah di pedang
Ia telah membunuh bapanya.
(Waluyo, 2003:88)
Romansa
adalah jenis puisi cerita yang menggunakan bahasa romantik dan berisi ungkapan
cinta kasih maupun kisah percintaan. Menurut Waluyo (1995:136), romansa dapat
juga berarti cinta tanah kelahiran.
c.
Puisi
lirik. Dalam puisi lirik, penyair tidak bercerita. Puisi lirik merupakan sarana
penyair untuk mengungkapkan aku lirik atau gagasan pribadinya (Waluyo,
1995:136). Elegi, ode, dan serenada bisa dikategorikan ke dalam jenis ini.
Elegi banyak mengungkapkan perasaan duka atau kesedihan, serenada merupakan
sajak percintaan yang dapat dinyanyikan, sedangkan ode adalah puisi yang berisi
pujaan terhadap seseorang, sesuatu hal, atau sesuatu keadaaan (Waluyo,
1995:136).
d.
Puisi
deskriptif. Dalam puisi deskriptif, penyair memberi kesan terhadap suatu
peristiwa atau fenomena yang dipandang menarik perhatian penyair (Waluyo,
1995:137). Jenis puisi yang dapat dikategorikan ke dalam jenis ini adalah
satire, kritik sosial, dan puisi-puisi impresionistik.
2.
Puisi
Kamar dan Puisi Auditorium
Istilah puisi kamar dan puisi
auditorium dipopulerkan oleh Leon Agusta dalam buku kumpulan puisinya, Hukla.
Puisi kamar ialah puisi yang cocok dibaca sendirian atau dengan satu atau dua
pendengar saja. Puisi kamar lebih berisi perenungan sehingga pemaknaannya bisa
dicapai lewat pemikiran yang tenang. Kebanyakan puisi Sapardi Djoko Damono bisa
dikategorikan dalam jenis puisi kamar. Salah satu contoh untuk disebutkan adalah
puisi berjudul Aku Ingin.
Aku Ingin
Aku ngin mencintaimu dengan sederhana :
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang menjadikannya abu.
Aku ngin mencintaimu dengan sederhana :
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.
Puisi Auditorium adalah puisi yang cocok dibacakan di auditorium, mimbar yang jumlah pendengarnya bisa dikatakan banyak. Puisi auditorium disebut juga puisi mimbar, puisi yang keindahannya semakin bergelora ketika dibaca dengan suara lantang. Untuk disebutkan sebagai contoh, Sajak Lisong karya W.S. Rendra bisa dikategorikan dalam jenis puisi mimbar.
3. Puisi Fisikal, Platonik, dan Metafisikal
Puisi fisikal berisi pelukisan
kenyataan yang sebenarnya, apa yang dilihat, didengar, atau dirasakan oleh
penyair. Puisi-puisi naratif, balada, puisi impresionistik, dan puisi dramatis
biasanya merupakan puisi fisikal (Waluyo, 1995:138).
Puisi platonik adalah puisi yang
sepenuhnya berisi hal-hal yan bersifat spiritual atau kejiwaan. Puisi tentang
ide, cita-cita, dan cinta luhur dapat dinyatakan sebagai puisi platonik.
Puisi metafisikal adalah puisi yang bersifat filosofis dan mengajak pembaca merenungkan kehidupan atau ketuhanan. Puisi religius di satu sisi dapat dinyatakan sebagai puisi platonik (menggambarkan ide atau gagasan penyair), dan di sisi lain dapat juga disebut sebagai puisi metafisik (mengajak pembaca merenungkan kehidupan atau ketuhanan). Sebagai contoh, puisi-puisi yang ditulis oleh A. Mustofa Bisri selain sebagai puisi platonik, juga merupakan puisi metafisik.
Puisi metafisikal adalah puisi yang bersifat filosofis dan mengajak pembaca merenungkan kehidupan atau ketuhanan. Puisi religius di satu sisi dapat dinyatakan sebagai puisi platonik (menggambarkan ide atau gagasan penyair), dan di sisi lain dapat juga disebut sebagai puisi metafisik (mengajak pembaca merenungkan kehidupan atau ketuhanan). Sebagai contoh, puisi-puisi yang ditulis oleh A. Mustofa Bisri selain sebagai puisi platonik, juga merupakan puisi metafisik.
Ittihad
lalu atas izinmu
kita pun bertemu
dan senyummu
menghentikan jarak dan waktu
lalu atas izinku
kita pun menyatu
(Negeri Daging, hal.33)
4. Puisi Subjektif dan Objektif
lalu atas izinmu
kita pun bertemu
dan senyummu
menghentikan jarak dan waktu
lalu atas izinku
kita pun menyatu
(Negeri Daging, hal.33)
4. Puisi Subjektif dan Objektif
Puisi subjektif atau bisa disebut
puisi personal adalah puisi yang mengungkapkan gagasan, pemikiran, perasaan,
dan suasana dalam diri penyair sendiri. Puisi-puisi ekspresionis semacam puisi
lirik dapat dikategorikan sebagai puisi subjektif.
Puisi objektif atau puisi impersonal merupakan puisi yang mengungkapkan hal-hal di luar diri penyair itu sendiri. Jenis-jenis puisi yang bisa digolongkan sebagai puisi objektif adalah puisi naratif dan deskritptif, meskipun ada di antaranya yang subjektif (Waluyo, 1995:138)
5.Puisi Konkret
Puisi objektif atau puisi impersonal merupakan puisi yang mengungkapkan hal-hal di luar diri penyair itu sendiri. Jenis-jenis puisi yang bisa digolongkan sebagai puisi objektif adalah puisi naratif dan deskritptif, meskipun ada di antaranya yang subjektif (Waluyo, 1995:138)
5.Puisi Konkret
Puisi konkret (poems for the eye)
diartikan sebagai puisi yang bersifat visual, yang dapat dihayati keindahannya
dari sudut penglihatan (Kennedy lewat Waluyo, 1995:138). Jenis puisi ini mulai
dipopulerkan sejak tahun 1970-an oleh Sutardji Calzoum Bachri. Pada tahun 1975,
Jeihan Sukmantoro juga menulis puisi konkret, walau masih dalam geliat puisi
mbeling.
6.Puisi Diafan, Gelap, dan Prismatis
Puisi diafan atau puisi polos adalah
puisi yang kurang sekali menggunakan pengimajian, kata konkret, dan bahasa
figuratif, sehingga bahasa dalam puisi mirip dengan bahasa sehari-hari (Waluyo,
1995:140). Biasanya, para pemula dalam hal menulis puisi cenderung menghasilkan
karya dalam jenis ini. Mereka belum mampu mempermainkan kiasan, majas, dan
sebagainya, sehingga puisi menjadi kering dan lebih mirip catatan pada buku
harian.
Puisi gelap menurut Waluyo (1995:140), adalah puisi yang terbentuk dari dominasi majas atau kiasan sehingga menjadi gelap dan sukar ditafsirkan. Sementara itu, Sutardji Calzoum Bachri mengidentifikasikan puisi-puisi yang ditulis era 80-90an sebagai puisi gelap. Afrizal Malna adalah salah satu penyair yang menulis puisi “gelap” kala itu. Menurut Sutardji, (lewat Sarjono, 2001:102), gelapnya puisi 80-90an memiliki pengertian mendua, yakni (1) persoalan komunikasi puisi (2) persoalan gagalnya pengucapan puitik. Sementara itu, Abdul Wachid B.S. (2005:50) dan Korrie Layun Rampan (2000:xxxiii) memandangnya lain. Fenomena puisi gelap dan gelapnya puisi dipahami sebagai ‘taktik’ untuk tetap berpuisi dalam situasi dan kondisi kehidupan bernegara yang represif. Berangkat dari realitas sosial yang dipahami oleh penyair sebagai peristiwa individu di satu sisi dan sebagai peristiwa sosial di sisi lain, puisi gelap pada waktu itu tetap menyampaikan ironi dan kritik sosial sebagai tugas sastra.
Puisi gelap menurut Waluyo (1995:140), adalah puisi yang terbentuk dari dominasi majas atau kiasan sehingga menjadi gelap dan sukar ditafsirkan. Sementara itu, Sutardji Calzoum Bachri mengidentifikasikan puisi-puisi yang ditulis era 80-90an sebagai puisi gelap. Afrizal Malna adalah salah satu penyair yang menulis puisi “gelap” kala itu. Menurut Sutardji, (lewat Sarjono, 2001:102), gelapnya puisi 80-90an memiliki pengertian mendua, yakni (1) persoalan komunikasi puisi (2) persoalan gagalnya pengucapan puitik. Sementara itu, Abdul Wachid B.S. (2005:50) dan Korrie Layun Rampan (2000:xxxiii) memandangnya lain. Fenomena puisi gelap dan gelapnya puisi dipahami sebagai ‘taktik’ untuk tetap berpuisi dalam situasi dan kondisi kehidupan bernegara yang represif. Berangkat dari realitas sosial yang dipahami oleh penyair sebagai peristiwa individu di satu sisi dan sebagai peristiwa sosial di sisi lain, puisi gelap pada waktu itu tetap menyampaikan ironi dan kritik sosial sebagai tugas sastra.
Puisi prismatis sudah menggambarkan
kemampuan penyair majas, diksi, dan sarana puitik yang lain, sehingga puisi
bisa dikatakan sudah ‘menjadi’. Puisi prismatis kaya akan makna, namun tidak
gelap (Waluyo, 1995:140). Puisi karya para penyair besar adalah puisi berjenis
ini. Penyair besar adalah orang yang telah melewati proses kreatif yang matang
sehingga mereka telah menemukan dirinya dan menemukan bentuk bagi puisinya.
7. Puisi Parnasian dan Puisi Inspiratif
7. Puisi Parnasian dan Puisi Inspiratif
Puisi parnasian diciptakan dengan
pertimbangan ilmu atau pengetahuan dan bukan didasari oleh inspirsi karena
adanya mood dalam jiwa penyair (Waluyo, 1995:140). Puisi-puisi ini biasanya
ditulis oleh ilmuwan yang kebetulan mempunyai kemampuan menulis puisi. Walaupun
demikian, puisi parnasian tetap merupakan puisi, yang akan tetap diapresiasi
dan diproduksi oleh masyarakat sastra Indonesia. Bahkan, Wellek dan Warren
(Budianta, 1993:28) menyamakan puisi sebagai sejenis pengetahuan. Apapun
pengetahuan yang akan disampaikan dan apapun latar belakang keilmuan penyair,
sesuatu akan menjadi puisi jika ia diciptakan dengan segala piranti puitik yang
ada.
Puisi
inspiratif diciptakan berdasarkan mood atau passion penyair (Waluyo, 1995:
141). Dalam tataran ini, menurut istilah Subagyo Sastrwardoyo (dalam Eneste,
1982:22), puisi atau sajak benar-benar merupakan suara-suara dari bawah sadar.
Selanjutnya, penyair menulis sajak dari “gelegak sukma yang menjelma ke indah
kata”, istilah Tatengkeng dan Rustam Effendi (via Sarjono, 2001:103). Puisi pun
lahir dalam keutuhannya yang paling bernas.
8.Stansa
Stansa adalah jenis puisi yang masih mengikat bentuknya dalam kaidah baris, yaitu terdiri dari delapan baris. Malam Kelabu yang ditulis W.S. Rendra adalah salah satu contoh stansa.
8.Stansa
Stansa adalah jenis puisi yang masih mengikat bentuknya dalam kaidah baris, yaitu terdiri dari delapan baris. Malam Kelabu yang ditulis W.S. Rendra adalah salah satu contoh stansa.
Malam Kelabu
Ada angin menerpa jendela
Ada langit berwarna kelabu
Hujan titik satu-satu
Menatap cakrawala malam jauh
Masih adakah kuncup-kuncup mekar
Atau semua telah layu
Kelu dalam seribu janji
Kelam dalam penantian
(Teori dan Apresiasi Puisi, hal. 141)
9.Puisi Demonstrasi dan Pamflet
Dalam mengidentifikasikan jenis
puisi ini, Waluyo menyaran pada puisi-puisi yang ditulis oleh Taufiq Ismail dan
mereka yang oleh H.B. Jassin disebut sebagai Angkatan ’66 (1995:141). Puisi
demonstrasi merupakan pelukisan dan hasil refleksi demonstrasi para mahasiswa
dan pelajar sekitar tahun 1966. Menurut Sastrowardoyo, (lewat Waluyo, 1995:
142), puisi-puisi demonstrasi 1966 bersifat kekitaan, yaitu melukiskan perasaan
kelompok. Di samping itu, puisi juga merupakan endapan dari pengalaman fisik,
mental, dan emosional penyair selama terlibat dalam demonstrsi tahun 1966. Gaya
yang dipakai penyair adalah ironi dan paradoks.
Puisi pamflet tidak berbeda jauh
dengan puisi demonstrasi. Keduanya sama-sama bernada protes dan kritik sosial.
Kata-katanya selalu menunjukkan rasa tidak puas kepada keadaan (Waluyo,
1995:142). Sajak Lisong karya W.S. Rendra adalah salah satu contoh puisi
pamflet. Dalam puisi pamfletnya, selain menggugat keadaan, Rendra juga
mengkritik para penguasa dengan simbolisasi yang berani dan tajam.
10.Alegori
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, alegori adalah cerita yang dipakai sebagai lambang (ibarat atau kias) perikehidupan manusia yang sebenarnya untuk mendidik (terutama moral) atau menerangkan sesuatu (gagasan, cita-cita atau nilai kehidupan, seperti kebijakan, kesetiaan, dan kejujuran). Jadi, dalam hal ini, alegori adalah puisi yang memanfaatkan cerita, bisa dongeng atau hikayat, sebagai sarana penyair untuk mengungkapkan pemikiran-pemikirannya. Salah satu puisi yang bisa dijadikan contoh alegori adalah Ken Arok karya Omi Intan Naomi berikut ini.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, alegori adalah cerita yang dipakai sebagai lambang (ibarat atau kias) perikehidupan manusia yang sebenarnya untuk mendidik (terutama moral) atau menerangkan sesuatu (gagasan, cita-cita atau nilai kehidupan, seperti kebijakan, kesetiaan, dan kejujuran). Jadi, dalam hal ini, alegori adalah puisi yang memanfaatkan cerita, bisa dongeng atau hikayat, sebagai sarana penyair untuk mengungkapkan pemikiran-pemikirannya. Salah satu puisi yang bisa dijadikan contoh alegori adalah Ken Arok karya Omi Intan Naomi berikut ini.
Ken Arok
saat tertikam keris anusapati
berkata ia, revolusi takkan mati
akan tumbuh bagai duit di jalan tol
ken arok-ken arok baru yang bahkan
lebih dahsyat mengukir dalam-dalam namanya di peradaban
ia akan bunuh setiap tunggul ametung
dan akan seret setiap ken dedes ke ranjang
meraup negeri dan isinya habis-habis
lalu mulai bermimpi tentang
kerajaan miliknya
ia kagumi diri sendiri betapa kuatnya tangan-tangannya
yang telah mencekik kediri
menjual kelahirannya dan meninggikan singasari
dan anak-anak haram yang akan mendepani pasukan
menyeru perang dan lapar wewenang
akan mengawini kegelapan, dan
dalam kuasanya ia tertikam.
(Apresiasi Puisi, hal. 178)
Selain jenis-jenis puisi yang telah
dipaparkan, masih ada jenis puisi lain yang juga pernah dan masih menjadi bahan
pembicaraan masyarakat puisi Indonesia. Jenis-jenis puisi itu adalah sebagai
berikut ini
1.Puisi Mbeling
Puisi mbeling pertama kali populer
di Indonesia pada tahun 1970-an. “Puisi mbeling” adalah nama yang diberikan
oleh pengasuh rubrik puisi dalam majalah Aktuil untuk sajak-sajak yang dimuat
dalam majalah itu (Soedjarwo, 2001:1). Hal yang mendorong lahirnya puisi
mbeling antara lain ialah tidak imbangnya antara hasrat dan kreativitas
anak-anak muda dalam menulis puisi dengan majalah kesusastraan yang tersedia.
Puisi mbeling kala itu juga sering disebut dengan puisi pop, puisi lugu, atau
puisi awam.
Tema-tema yang digarap oleh puisi mbeling adalah kelakar, ejekan, kritik, dan main-main (Soedjarwo, 2001:2). Yang dipentingkan, sekaligus menjadi tujuan, penulisan puisi mbeling adalah kesan sesaat pada waktu membaca sajak tersebut. Jika pembaca tersenyum, tertawa lepas, manggut-manggut, atau sedikit terkejut membaca pernyatan-pernyataan yang nakal dan berani, itu sudah cukup (Soedjarwo, 2001:3). Berikut adalah beberapa contoh puisi mbeling yang ditulis oleh Yudhistira Ardi Noegraha (Kesaksian di Hari Natal), Nhur Effendi Ardhianto (Pesan Pelacur pada Langganannya), dan Remy Silado (Buat Iin Suwardjo sebelum Mandi).
Tema-tema yang digarap oleh puisi mbeling adalah kelakar, ejekan, kritik, dan main-main (Soedjarwo, 2001:2). Yang dipentingkan, sekaligus menjadi tujuan, penulisan puisi mbeling adalah kesan sesaat pada waktu membaca sajak tersebut. Jika pembaca tersenyum, tertawa lepas, manggut-manggut, atau sedikit terkejut membaca pernyatan-pernyataan yang nakal dan berani, itu sudah cukup (Soedjarwo, 2001:3). Berikut adalah beberapa contoh puisi mbeling yang ditulis oleh Yudhistira Ardi Noegraha (Kesaksian di Hari Natal), Nhur Effendi Ardhianto (Pesan Pelacur pada Langganannya), dan Remy Silado (Buat Iin Suwardjo sebelum Mandi).
KESAKSIAN
DI HARI NATAL
Ketika pipi kananku ditampar
plak!
kuturuti sabdamu, ya bapak
kuberikan pipi kiriku
dan
plak!
duh, larane.
(Puisi Mbeling: Kitsch dan Sastra Sepintas, hal. 33)
plak!
kuturuti sabdamu, ya bapak
kuberikan pipi kiriku
dan
plak!
duh, larane.
(Puisi Mbeling: Kitsch dan Sastra Sepintas, hal. 33)
PESAN
PELACUR PADA LANGGANANNYA
mas
kapan rene maneh
(Puisi Mbeling: Kitsch dan Sastra Sepintas, hal. 35)
BUAT IIN SUWARDJO SEBELUM MANDI
ceweku wangi baunya
wangi bau ceweku
wangi ceweku
ceweku
cewe
cewecewecewecewecewe
ce
we
ce
we
c
w
c
w
w.c.
w.c bau c.w
c.w bau w.c
ceweku bau w.c.
(Puisi Mbeling: Kitsch dan Sastra Sepintas, hal. 37)
2.Puisi Imajis
Puisi imajis mengandung makna bahwa puisi itu sarat dengan imaji (visual, auditif, dan taktil) atau mendayagunakan imaji sebagai kekuatan literernya. Imaji bisa dimanfaatkan sebagai rasa (kesatuan makna kata), metafora (perbandingan makna kata), maupun sebagai muatan utama sebuah puisi (Banua, 2004). Selanjutnya ditambahkan oleh Banua, agar imajinasi bisa maksimal, diperlukan keberanian membangun dimensi makna lewat perumpamaan yang tidak lazim, memperlawankan, atau mempersandingkan dengan kata atau imaji lain yang luas dan kreatif. Menurut analisis Banua (2004) dan Abdul Wachid B.S. (2005:23), puisi-puisi yang ditulis oleh Sapardi Djoko Damono adalah salah satu contoh puisi imajis. Berikut adalah salah satu contoh puisinya.
Hujan Bulan Juni
Tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik hujannya
kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
(Apresiasi Puisi, hal.117)
Pembedaan puisi ke dalam jenis-jenis puisi seperti yang telah dipaparkan, tidaklah bermaksud untuk memisah-misahkan puisi menjadi terkotak-kotakkan. Karena, pada hakikatnya, semua puisi adalah sama, yaitu menyampaikan sesuatu secara tidak langsung. Semua puisi adalah ungkapan perasaan dan pemikiran penyairnya yang ingin dikomunikasikan kepada publik pembaca. Yang ingin dikomunikasikan itu tidak lain adalah manusia, hidup, kemanusiaan, dan kehidupan. “Lantaran puisi ditulis sebab keterlibatannya dalam kehidupan, karenanya puisi adalah kehidupan itu sendiri, yang di dalamnya ada tanda-tanda kehidupan” (Wachid, B.S. 2005:23)
3. Puisi sebagai Produk Kreatif
Penyair adalah orang yang kreatif.
Ia merepresentasikan hidup, kehidupan, manusia, serta kemanusiaan dalam
interpretasinya sebagai makhluk yang berpikir. Mencipta sajak juga merupakan
kerja yang kreatif. Kerja yang melibatkan seluruh indera manusia, bahkan lebih
dari itu. Dari pribadi yang kreatif dan proses yang kreatif itulah, maka puisi
lahir sebagai produk kreativitas. Setelah lahir, puisi mencari kehidupannya
sendiri di masyarakat. Puisi menghidupi masyarakat dan sebaliknya masyarakat
juga menghidupi puisi.
Sebagai poduk kreatif, hendaknya puisi menawarkan hal-hal yang baru, seperti keindahan bahasa, keindahan suasana, muatan, dan makna (Banua, 2004). Kebaruan adalah inti dari kreativitas. Sesuatu yang baru itu bisa saja merupakan kombinasi dari usaha perbandingan, penambahan, pengurangan, atau perlawanan berbagai hal yang sudah ada sebelumnya. Hal ini sangat berbeda dengan tiruan. Tiruan hanya mengulang tanpa melihat adanya kesempatan untuk menjadi berbeda. Puisi pun demikian. Tak ada satu pun unsur-unsur di dalamnya yang bisa dibilang baru, karena bahasa, kata-kata, bunyi, setting, tema, perasaan, nada, dan amanat adalah buatan manusia. Amir Hamzah, Chairil Anwar, dan Sutardji Calzoum Bachri yang pernah disebut sebagai sastrawan yang begitu orisinil, yang tidak setiap seperempat abad lahir pun, pada dasarnya mencipta puisi dari sesuatu yang telah ada sebelumnya. Namun, yang membedakan, mereka bukanlah epigon, sehingga ada hal-hal baru yang berani ditawarkan pada perpuisian Indonesia.
Sebagai poduk kreatif, hendaknya puisi menawarkan hal-hal yang baru, seperti keindahan bahasa, keindahan suasana, muatan, dan makna (Banua, 2004). Kebaruan adalah inti dari kreativitas. Sesuatu yang baru itu bisa saja merupakan kombinasi dari usaha perbandingan, penambahan, pengurangan, atau perlawanan berbagai hal yang sudah ada sebelumnya. Hal ini sangat berbeda dengan tiruan. Tiruan hanya mengulang tanpa melihat adanya kesempatan untuk menjadi berbeda. Puisi pun demikian. Tak ada satu pun unsur-unsur di dalamnya yang bisa dibilang baru, karena bahasa, kata-kata, bunyi, setting, tema, perasaan, nada, dan amanat adalah buatan manusia. Amir Hamzah, Chairil Anwar, dan Sutardji Calzoum Bachri yang pernah disebut sebagai sastrawan yang begitu orisinil, yang tidak setiap seperempat abad lahir pun, pada dasarnya mencipta puisi dari sesuatu yang telah ada sebelumnya. Namun, yang membedakan, mereka bukanlah epigon, sehingga ada hal-hal baru yang berani ditawarkan pada perpuisian Indonesia.